Esai
ADOPSI ANAK INDONESIA OLEH ORANG ASING, AWAL DARI
DEGRADASI BANGSA
oleh : Eka Putri Nurdiana
Kita tentu tidak
asing lagi dengan istilah adopsi. “Adopsi ( mengangkat anak ) adalah suatu
perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa
sehingga antara orang yag memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu
hukum kekeluargaan yang sama” (Surojo Wingjodipura, S.H.). Dan yang menjadi
sorotan saat ini adalah adopsi anak Indonesia oleh orang asing. Tentu saja
permasalahan tersebut menuai berbagai pro dan kontra. Kalangan yang setuju
dengan adanya adopsi anak Indonesia oleh orang asing beranggapan bahwa apabila
seorang anak Indonesia diadopsi oleh orang asing, maka semua kehidupan dan
segala kebutuhan anak tersebut akan tercukupi. Hal tersebut akan semakin jelas
apabila orang tua asli mereka kurang mampu dan tidak bisa mencukupi kebutuhan
si anak sehingga masa depan mereka sebagai penerus bangsa yang berkualitas
tidak jelas gambarannya. Satu hal lagi, dengan adanya adopsi anak Indonesia
oleh orang asing maka pemerintah pun secara tidak langsung terbantu, karena
adopsi tersebut akan mengurangi pertambahan penduduk.
Namun semua anggapan di atas tidak sepenuhnya
benar. Justru dengan adanya adopsi anak Indonesia oleh orang asing dapat
menimbulkan beberapa dampak negatif, terlebih lagi bagi si anak. Maka dari itu
sebaiknya praktik adopsi anak Indonesia oleh orang asing sebaiknya
diminimalisasi saja.
Adapun dampak
negatif dari adopsi anak Indonesia oleh orang asing antara lain, anak tersebut
tidak bisa mengenal bahasa daerah atau bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu
mereka dan mereka juga tidak bisa mengenal berbagai budaya Indonesia. Dan yang
lebih bahaya, psikologis mereka juga dapat terganggu. Sedangkan dampak yang
dirasakan oleh orang tua asli mereka yaitu rasa kehilangan dan rasa sesal karena
tidak bisa menjaga karunia Tuhan yang telah diberikan kepadanya, yaitu anak.
Tiap anak Indonesia
yang lahir merupakan suatu anugerah yang tidak terkira bagi orang tua, begitu
pula dengan bangsa Indonesia yang juga merasa senang dengan kelahiran anak tersebut.
Karena seorang anak Indonesia yang lahir diharapkan untuk bisa melestarikan
entah itu bahasa daerah atau bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu mereka. Dengan
begitu bahasa Indonesia, terlebih lagi bahasa daerah akan tetap terjaga
kelestariannya. Namun apabila seorang anak Indonesia, terutama yang masih
balita telah diadopsi oleh orang asing, maka perbendaharaan kata dalam bahasa
Indonesia atau bahasa daerah mereka lambat laun akan hilang seiring dengan
tumbuh kembangnya di daerah baru dan
dengan bahasa yang baru pula. Hal tersebut dapat menjadi momok tersendiri bagi
negara Indonesia yang terkenal dengan keragaman bahasanya, karena apabila
jumlah penutur suatu bahasa daerah berkurang atau yang lebih parah lagi,
musnah, maka bahasa daerah tersebut pun akan punah keberadaannya.
Sama halnya dengan
bahasa, anak Indonesia yang lahir juga diharapkan dapat mempelajari dan
melestarikan budaya dan norma daerah asalnya. Segala macam kebudayaan yang
tersebar di seluruh pelosok Indonesia tidak akan ada artinya apabila
masyarakatnya tidak mau menjaga dan melestarikan budaya tersebut. Anak-anak
Indonesia harus melestarikan budaya daerah masing-masing sehingga dapat
memperkaya khazanah kebudayaan Indonesia dan dapat menjadi identitas bangsa
yang patut untuk dibanggakan sehingga Indonesia tidak akan kehilangan pamor di
kalangan internasional sebagai negara yang memiliki sejuta budaya. Bayangkan
saja jika makin banyak anak Indonesia yang diadopsi oleh orang asing. Mereka
tidak akan pernah mengenal indahnya kergaman budaya Indonesia, dan yang
terpenting, mereka tidak bisa berpartisipasi dalam melestarikan budaya
Indonesia. Mau jadi apa negara ini kalau anak Indonesia yang memiliki kewajiban
untuk melestarikan budaya berkurang jumlahnya?
Adopsi
anak Indonesia oleh orang asing ternyata dapat mengganggu jiwa anak adopsi
tersebut. Mari kita memosisikan diri kita sebagai anak yang diadopsi oleh orang
asing waktu berusia kurang dari lima tahun. Mungkin saat kita berada pada
rentang usia antara satu tahun sampai lima tahun, kita tidak akan memedulikan
perbedaan-perbedaan yang ada pada diri kita dengan orang tua baru kita yang
berkewarganegaraan dan memiliki ras yang lain. Namun saat beranjak dewasa,
tentu kita akan merasa perbedaan-perbedaan itu menjadi suatu hal yang tidak wajar
dan dapat menjadi ganjalan di benak kita. Begitulah yang dialami oleh anak
adopsi. Tentu banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang berkeliaran di otak
mereka, misal bagi mereka yang diadopsi oleh orang barat, mengapa orang
tuaku berambut pirang sedangkan rambutku berwarna hitam legam? Mengapa aku
berkulit coklat padahal jelas-jelas warna kulit orang tuaku putih pucat? Mengapa mata orang tuaku
berwarna biru ya? Padahal warna mataku hitam? Tentu saja
pemikiran-pemikiran tersebut dapat menjadi gejolak batin yang tidak bisa
dibiarkan begitu saja. Mereka suatu saat pasti akan menanyakan semua ganjalan
yang ada di benak mereka, dan sebagai orang tua yang bertanggung jawab,
pastinya pertanyaan tersebut mau tidak mau harus dijawab. Bagaimana reaksi
mereka setelah mengetahui bahwa ternyata dirinya bukan anak kandung dari orang
tua mereka? Bahwa dirinya hanya seorang anak angkat (anak adopsi)? Hal tersebut hanya akan menambah beban
pikiran bagi anak tersebut. Dan yang lebih parah lagi, jiwa mereka dapat
terganggu. Tentu saja hal tersebut sangat tidak diharapkan.
Gangguan psikologis
akibat adanya adopsi tidak hanya dialami oleh si anak, orang tua asli mereka
pun juga mengalami gangguan psikologis yang sama. Mereka akan merasa bersalah
karena telah memberikan anak mereka yang telah dirawat sejak dalam kandungan sampai
anak tersebut lahir kepada orang lain. Perasaan tersebut lebih banyak dialami
oleh sang ibu. Ikatan batin antara ibu dengan anak sangatlah kuat. Perasaan
cemas pasti akan hinggap di benak ibu. Sang ibu akan bertanya-tanya bagaimana
kehidupan anaknya sekarang? Agama apa yang akan dianut oleh anaknya? Apakah
anaknya hidup di lingkungan pergaulan yang benar? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat membuat ibu frustasi. Tentu saja hal tersebut sangat berbahaya
karena dapat membuat ibu melakukan hal-hal yang tidak terduga sebagai
pelampiasan atas rasa bersalah dan sesalnya. Misal, menyakiti diri sendiri yang
dapat membahayakan keselamatan ibu.
Memang tidak ada
salahnya jika praktik adopsi tetap dilakukan selama hal tersebut dapat membuat
anak adopsi tercukupi kebutuhannya, dan yang lebih penting lagi, tidak ada
pihak yang merasa dirugikan. Namun jika tingkat adopsi anak Indonesia oleh
orang asing sangat tinggi, tentu saja secara lambat laun bangsa ini dapat
kehilangan tunas-tunas bangsa yang diharapkan dapat menjadi generasi penerus
bangsa. Jangan lupa juga kejiwaan yang dialami oleh anak adopsi serta orang tua
asli mereka juga perlu menjadi pertimbangan. Berdasarkan penjelasan tersebut,
maka adopsi anak Indonesia oleh orang asing sebaiknya diminimalisasi saja.
Komentar
Posting Komentar