Drama Jaka Kendil
Untuk tugas Ujian Praktik Sekolah mata pelajaran seni budaya, saya membuat naskah drama Jaka Kendil versi saya sendiri. Sebenarnya saya ingin ikut ambil peran, tapi teman-teman menyuruh saya untuk membuat naskah. Katanya saya berbakat menjadi script writer.. Oke, selamat membaca..
JAKA KENDIL
Raja I :
Arumanditya Ramadhan
Ratu muda :
Risnanda Ni’matul Ula
Dayang Suti :
Hesti Puspa Ningrum
Ratu tua :
Dewi Ayu Sekar Arum
Joko Kendil I :
Adrian Sidiq Pramana
Raja II :
Achmad Uzairi Rachman
Putri I :
Dhita Algha Pratama
Putri II :
Devi Oktalia Nugrahandani
Putri III :
Jihan Fairus
Adipati :
Dini Denok Fatmawati
Pedagang I :
Lia Asfarina
Pedagang II :
Erika Putri Ramadhani
Jaka Kendil II :
Angger Anugrah Perdana
Di suatu daerah terdapat sebuah
kerajaan yang dipimpin oleh raja yang sangat bijaksana dan menyanyangi
rakyatnya. Beliau mempunyai dua istri. Pada suatu hari, istri muda dan salah
satu dayangnya sedang berbincang-bincang.
·
Adegan I
(Di dalam istana kerajaan)
Ratu muda : “Dayang Suti, kemarilah!”
Dayang Suti : (Berjalan menghampiri ratu) “Iya
ratu. Ada perlu apa ratu memanggil hamba?”
Ratu muda : “Begini. Saya punya ide. Kita harus
secepatnya menyingkirkan ratu tua dari kerajaan ini sehingga saya bisa menjadi
satu-satunya ratu di kerajaan ini. Dan kamu akan saya angkat menjadi dayang
utama.”
Dayang Suti : “Apa ratu? Saya akan menjadi dayang
utama? Sungguh mulia hati engkau wahai ratu. Terima kasih banyak ratu. Terima
kasih. Lalu, apa ide ratu?”
Ratu muda : “...” (Berbisik-bisik dengan dayang
Suti).
(Raja berjalan ke singgasana diiringi oleh ratu
tua)
Ratu muda : (Berlari menghampiri raja) “Duhai
kakanda. Hari ini kakanda terlihat sangat gagah dan tampan.”
Raja : “Terima kasih adinda. Tetapi, saat ini saya
sangat lapar. Sudikah kiranya adinda membawakan kakanda sesuap nasi?”
Ratu muda : “Aduh. Mohon maaf kakanda. Tiba-tiba
kepala adinda sakit.”
Raja : “Baiklah. Kalau begitu adinda beristirahat
saja.”
Ratu muda : ”Terima kasih kakanda.” (Berlalu dari
hadapan raja dan ratu tua, didampingi oleh dayang Suti)
Ratu tua : “Bagaimana kalau adinda yang membawakan
makanan untuk kakanda?”
Raja : “Terima kasih adinda.”
·
Adegan II
(Keesokan paginya, raja dan ratu muda sedang
berbincang-bincang)
Raja : “Hari ini sangat indah dan cerah.
Burung-burung berkicauan laksana sedang menyanyi dan memuji kehidupan kita yang
aman, damai dan bahagia.”
Ratu muda : “Betul kakanda.”
Raja : “Kehidupan rumah tangga kita penuh dengan
cinta dan kasih sayang.”
Ratu muda : “Betul kakanda. Tapi, saya takut kalau
kehidupan rumah tangga kita tidak akan berjalan dengan semestinya.”
Raja : “Mengapa adinda berkata demikian?”
Ratu muda : “ Anu, kakanda. Dayang Suti mengaku
kepada adinda bahwa dia telah melihat ratu Dewi bercengkarama dengan pria lain.
Tampaknya ratu Dewi telah mengkhianati kakanda dan menjalin hubungan dengan
pria lain.”
Raja : “Jangan berkata demikian adinda. Bahkan
adinda tidak memiliki bukti apa pun!”
Ratu muda : “Kalau begitu, adinda akan memanggil
dayang Suti untuk memberikan kesaksian kepada kakanda. Dayang Suti! kemarilah.”
Dayang Suti : (Berjalan ke hadapan raja dan ratu
muda. Kemudian duduk bersimpuh)
Ratu muda : “Dayang Suti, tolong ceritakan kepada
baginda raja tentang apa yang diperbuat oleh ratu Dewi kemarin.”
Dayang Suti : “Baik ratu. Sebenarnya, hamba sudah
berulang kali melihat ratu Dewi berduaan dan bermesraan dengan pria lain.
Setiap rabu malam, ratu Dewi meminta izin kepada baginda raja untuk
berjalan-jalan di taman kerajaan. Dan di sanalah ratu Dewi menemui pria
tersebut.”
Raja : “Apakah benar begitu adanya?”
Dayang Suti : “Benar tuanku. Hamba berani
bersumpah akan kebenaran berita tersebut.”
Raja : “Lantas, siapa pria tersebut?”
Dayang Suti : “Pria yang selalu ditemui oleh ratu
Dewi adalah ajudan dari kerajaan Singopahit.”
Raja : (Menggeram lalu memanggil ratu Dewi) “Adinda
Dewi, kemarilah!”
Ratu tua : (Berjalan menghampiri raja) “Ada perlu
apa kakanda memanggil adinda?”
Raja : “Benarkah adinda telah mengkhianati kakanda
dan menjalin hubungan dengan pria lain?!”
Ratu tua : “Tidak benar kakanda. Mengapa kakanda
tiba-tiba berkata demikian?”
Raja : “Dayang Suti telah melihat adinda berduaan
dan bermesraan dengan pria lain.”
Ratu tua : “Itu tidak benar kakanda! Sungguh kejam
dayang Suti berdusta demikian kepada kakanda.”
Raja : “Kakanda tidak mau tahu. Adinda telah
mengkhianati cinta kakanda kepada adinda!”
Ratu tua : “Ampun kakanda. Tapi adinda tidak
pernah berbuat demikian.”
Raja : “Keluar kau dari kerajaan ini!”
Ratu tua : “Sungguh kejam kakanda berkata demikian
kepada adinda. Jika adinda pergi, bagaimana dengan buah hati kakanda yang
sedang adinda kandung?”
Raja : “Kakanda tidak mau tahu. Urus saja anak itu
dengan dirimu!”
Ratu tua : “Baiklah, adinda akan pergi. Adinda
tidak tahan dengan semua fitnah ini. Lihat saja! Anak yang adinda kandung saat
ini pasti akan menjadi orang yang terpandang nantinya.” (Pergi dari hadapan
raja sambil menangis)
Ratu muda : (Tersenyum sinis)
·
Adegan III
Selama berbulan-bulan ratu Dewi menanggung derita.
Beliau berjalan tak tentu arah. Dari satu perkampungan ke perkampungan lain.
Hingga akhirnya ratu Dewi menemukan rumah sederhana dan melahirkan buah
hatinya. Beliau menamainya Jaka Kendil karena tubuhnya mirip dengan kendil.
(Di halaman rumah, ratu Dewi sedang menyapu
halaman dan Jaka Kendil asyik berkhayal)
Jaka Kendil : “Mak, kapan ya kehidupan kita ini
bisa berubah. Nggak miskin kayak gini. Hidup serba susah.”
Ratu Dewi : “Hush! Kamu nggak boleh ngomong
begitu. Ini sudah takdir. Jalani apa adanya saja.”
Jaka Kendil : “Lho, masak mak nggak tahu. Takdir
yang berhubungan dengan kaya atau miskinnya seseorang bisa diubah.”
Ratu Dewi : “Susah, susah ngerubah takdir, tuh,
ubah dulu sikap kamu. Masak jadi anak nggak pernah bantu ibunya sendiri.”
Jaka Kendil : “Ya mak, maaf. Mak ingin Jaka Kendil
berbuat apa?”
Ratu Dewi : “Kalau kata slugu slugu bathok, ‘nek
urip nggeleko dhuwit’.”
Jaka Knedil : “Ya mak. Saya mau cari dhuwit.”
·
Adegan IV
(Di pasar)
Pedagang I : “Eh, eh. Lihat. Itu kan anaknya mbok
Dewi.”
Pedagang II : “Heeh. Aduh, ngidam apaan sih mbok
Dewi. Anaknya bisa kayak gitu. Mirip kendil!”
Pedagang I : “Gimana toh. Ya ngidam kendil lah.
Masak ngidam sutil.”
Pedagang II : “Iya ya.”
Pedagang I : “Tapi kasihan juga ya. Kan tuh anak
nggak punya bapak.”
Pedagang II : “Ah, kata siapa?”
Pedagang I : “Lha buktinya. Emang dia cuma sama
maknya toh.”
Pedagang II : “Banyak yang bilang kalau sebenarnya
mbok Dewi itu istri seorang raja di daerah mana... gitu. Terus mbok Dewi diusir
karena selingkuh.”
Pedagang I : “Masak sih? Aku nggak percaya.”
(Jaka Kendil yang jadi pembicaraan para pedagang
tersebut, secara diam-diam mengambil barang dagangan orang lain dan
memasukkannya ke balik baju)
Pedagang II : “Eh, eh, eh. Jaka Kendil nyuri!”
Pedagang I : “Eh iya.”
(Pedagang I dan pedagang II berlari menghampiri
Jaka Kendil)
Pedagang I : “Nah, ketahuan nyuri. Udah jelek,
kayak kendil, suka nyuri, dikasih makan apa sih sama mak kamu?”
Pedagang II : “Tahu nih anak! Pulang sana! Jadi
anak tahu diri dong!”
Jaka Kendil : “Ampun, ampun. Saya nyurinya nggak
sengaja kok.”
Pedagang II : “Alasan!”
Jaka Kendil : “Masak ibu-ibu ini nggak ada yang
kasihan? Saya dan mak nggak punya dhuwit, nggak bisa makan.”
Pedagang I dan II: “Masalahmu, deritamu. Pulang
sana!”
(Jaka Kendil pulang dengan hati yang kecewa)
·
Adegan V
Ratu Dewi : “Gimana? Sudah dapat uang?”
Jaka Kendil : “Belum mak. Saya malah kena marah
ibu-ibu jualan sayur.”
Ratu Dewi : “Kena marah? Pasti kamu yang berbuat
salah.”
Jaka kendil : “Iya sih, he he. Tapi mak, masak
saya dibilang jelek? Kayak kendil?”
Ratu Dewi : “Sudah, nggak usah dipikirkan. Mereka
pasti iri karena anak mak satu-satunya ini sangat ganteng. Ganteng sejagad
raya.”
Jaka Kendil : “Ah, mak bisa saja.”
Ratu Dewi : “Ya sudah. Gih, makan singkong rebus.
Mumpung masih hangat.”
Jaka Kendil : “Ya... singkong lagi singkong lagi.”
·
Adegan VI
Keesokan harinya, Jaka Kendil kembali melakukan
aksinya. Mencuri. Tapi, memang apes nasib Jaka Kendil. Dia ketahuan mencuri
oleh ibu-ibu penjual sayur kemarin.
Jaka Kendil : “Ampun, ampun. Saya nggak sengaja
nyuri.”
Pedagang I : “Yang namanya nyuri itu pasti
sengaja.”
Jaka Kendil : “Iya deh. Saya nggak akan nyuri
lagi!”
Pedagang II : “Nah, gitu dong. Anaknya raja masak
nyuri.”
Jaka Kendil : “Hah? Anak raja?”
Pedagang II : “Iya. Kata orang-orang kamu itu anak
raja dari negeri antah berantah.”
Jaka Kendil : “Masak sih?”
Pedagang I : “Udah, sana pulang! Bikin ribut saja
bisanya!”
·
Adegan VII
(Sesampainya di rumah, Jaka kendil bertanya kepada
ibunya)
Jaka Kendil : “Mak, kata ibu-ibu jualan sayur di
pasar, ayah saya adalah raja?”
Ratu Dewi : (Kaget disertai dengan gugup) Ah,
mereka tahu apa tentang ayah kamu?”
Jaka Kendil : “Mak, mak jujur saja.”
Ratu Dewi : “Untuk apa mak bohong?”
Jaka Kendil : “Lha terus, ayah saya siapa?”
Ratu Dewi : (Menghela napas panjang) Maaf nak.
Selama ini mak nggak pernah cerita. Iya, memang benar. Ayah kamu adalah seorang
raja. Dan makmu ini adalah ratu! Tapi mak difitnah dan akhirnya diusir dari
kerajaan.”
Jaka Kendil : “Mengapa mak nggak bilang dari
dulu?”
Ratu Dewi : “Mak takut kamu akan malu.”
Jaka Kendil : “Tenang saja mak. Saya, Jaka Kendil,
akan membalaskan dendam mak dan akan saya buktikan kalau saya berhak menjadi
raja nantinya. Menjadi raja yang lebih baik dari ayah saya sendiri!”
Ratu Dewi : “Jaka Kendil anakku... Mak bangga
padamu nak.” (Menangis terharu)
·
Adegan VIII
Di sisi lain, ada sebuah kerajaan yang terkenal
dengan kemakmurannya. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang arif
bijaksana. Beliau memiliki tiga orang anak perempuan yang sangat cantik dan
rupawan. Namun sang permaisuri raja tersebut sedang sakit. Permaisuri mengalami
sakit yang aneh. Semua tabib baik tabib istana maupun luar istana sudah
didatangkan. Namun tetap saja, tak ada yang bisa menyembuhkan penyakit
permaisuri.
Akhirnya sang raja mengadakan sayembara. Siapa pun
yang bisa menyembuhkan permaisuri akan mendapatkan imbalan. Jika yang
menyembuhkan perempuan, akan diangkat menjadi anak raja, tapi jika yang
menyembuhkan laki-laki akan dijadikan sebagai kepala prajurit dan boleh menikah
dengan salah satu anak raja.
Putri I : Ayahanda, apa yang harus kita perbuat
untuk menyembuhkan Ibunda?
Putri II : Iya Ayahanda, kita harus segera
melakukan sesuatu! Sebelum semuanya terlambat.
Putri III : Kasihan Ibunda Ayah, dia pasti sangat
menderita.
Raja : Iya putriku, Ayahanda tahu, tapi Ayahanda juga
bingung apa yang harus diperbuat. Keadaan Ibundamu semakin hari semakin parah (Memegang
kepala sambil berpikir)
(Menemukan ide) Ayah ada usul, bagaimana kalau
kita mengadakan sayembara?
Putri I : Sayembara?
Putri II : Sayembara bagaimana ayah?
Raja : Jadi begini putriku, siapapun yang berhasil
menyembuhkan Ibundamu, dia akan memperoleh imbalan
Putri III : Imbalan? Apa ayah imbalannya?
Raja : Imbalannya adalah, jika yang menyembuhkan
Ibundamu itu perempuan, dia akan Ayah angkat sebagai anak, tapi jika laki-laki,
dia akan Ayah jadikan sebagai kepala prajurit kerajaan sekaligus boleh menikah
dengan salah satu anak Ayah
Putri III : Apa Ayah? Boleh menikah dengan salah
satu dari kami?
Raja : Iya anakku, kalian keberatan?
Putri I : hmmm…. Jika ada laki-laki yang tampan
dan kaya saya mau Ayahanda
Putri II : Iya Ayah kami setuju. Iya kan kakak? (memandang putri I) adik?
(memandang putri III)
Putri I: Iya
·
Adegan IX
Keesokan harinya, adipati kerajaan tersebut
mengumumkan sayembara di hadapan masyarakat.
Adipati : “Pengumuman kepada seluruh warga! Raja
sedang mengadakan sayembara untuk mencari seseorang yang dapat menyembuhkan
penyakit permaisuri. Raja telah memanggil tabib kerajaan dan tabib-tabib lain
yang tersohor akan kemampuannya untuk menyembuhkan berbagai penyakit, namun tak
satu pun dari mereka yang dapat menyembuhkan sang permaisuri. Maka dari itu
bagi siapa saja yang bisa menyembuhkan penyakit permaisuri, raja telah
menyiapkan hadiah. Apabila yang memenangkan sayembara ini adalah seorang wanita,
maka dia akan diangkat menjadi putri kerajaan. Namun apabila yang memenangkan
sayembara ini adalah seorang pria, maka dia akan diangkat menjadi kepala
prajurit dan boleh menikah dengan salah satu putri raja. Demikian yang
disampaikan oleh raja. Terima kasih.”
·
Adegan X
Berita mengenai diadakannya sayembara tersebut
sampai juga di telinga Jaka Kendil. Mendengar imbalan yang begitu
menguntungkan, Jaka Kendil membulatkan tekad untuk mengikuti sayembara
tersebut.
Jaka Kendil : “Mak, saya ingin ikut sayembara,”
Ratu Dewi “ Sayembara yang mana?”
Jaka Kendil : “Ah, mak pasti pura-pura nggak tahu.
Itu lho mak, sayembara untuk menyembuhkan penyakit permaisuri.”
Ratu Dewi : “Bercanda saja bisanya. Memangnya kamu
siapa? Tabib kerajaan saja nggak bisa menyembuhkan penyakit permaisuri, apalagi
kamu yang ‘kayaknya nggak akan bisa menjadi tabib selamanya’.”
Jaka Kendil : “Biar anjing menggonggong, kafilah
tetap berlalu. Saya nggak peduli orang-orang mau bilang apa. Saya tetap ingin
ikut sayembara itu, mak.”
Ratu Dewi : “Sudahlah nak. Jangan mimpi terlalu
tinggi. Pada akhirnya mimpimu akan jatuh.”
Jaka Kendil : “Tenang saja mak. Kalau Tuhan memang
berpihak kepada kita, pasti semuanya akan berjalan dengan mulus tanpa ada
hambatan.”
Ratu Dewi : “Ya sudahlah, terserah kamu saja. Mak
nggak akan berharap terlalu tinggi”
·
Adegan XI
Hanya dengan bekal percaya diri, Jaka Kendil pun
berangkat untuk mengikuti sayembara. Satu per satu orang yang mengikuti
sayembara tersebut gagal karena tidak bisa menyembuhkan penyakit permaisuri.
Tapi anehnya, Jaka Kendil dapat menyembuhkan penyakit permaisuri. Hal yang
dilakukannya hanyalah memberikan permaisuri segelas teh hangat! Akhirnya sang
raja menghadapkan Jaka Kendil kepada ketiga putrinya.
Raja : “Wahai putri-putriku. Inilah orang yang
bisa menyembuhkan penyakit ibunda kalian,”
Putri I : “Apa ayahanda? Pria dekil mirip kendil
ini yang bisa menyembuhkan penyakit ibunda?”
Putri II : “Mustahil. Wajahya tidak mencerminkan
sosok seorang tabib yang berwibawa! Iya kan?” (Melotot ke Putri III)
Putri III : “I, Iya.”
Raja : “Percaya tidak percaya, kalian semua harus
percaya. Walaupun penampilannya seperti itu, tetapi dialah satu-satunya yang
berhasil menyembuhkan penyakit ibunda kalian.”
Putri III : “Maafkan perkataan kami ayahanda,
lantas apakah janji hadiah sayembara benar-benar berlaku?”
Raja : “Tentu saja. Janji adalah janji. Tidak bisa
diingkari.”
Putri II : “Jadi, salah satu dari kami harus
menikah dengan dia?”
Putri I : “Ayahanda. Apa ayahanda tega menikahkan
salah satu dari kami dengan pria seperti itu? Dia bahkan tidak pantas untuk
menginjakkan kaki di singgasana kerajaan. Hei kamu! Berani-beraninya ada di
sini. Kamu pikir kamu siapa?” (membentak kepada Jaka Kendil)
Jaka Kendil : “Siapa saya? Saya adalah Jaka
Kendil, seseorang yang dapat menyembuhkan penyakit permaisuri. Saya adalah pria
yang baik hati dan tampan sejagad raya, kata mak saya.”
Putri II : “Ngaca dong, dekil kayak kendil aja
bilangnya tampan sejagad raya.”
Putri III : “Hi hi hi. Jaka Kendil? Lucu sekali.”
Raja : “Cukup putri-putriku. Tolong perlihatkan
sikap hormat kepada pria baik hati ini. Nah Jaka kendil, kau boleh memilih
salah satu dari ketiga putriku untuk kau persunting, sesuai dengan janji karena
kau telah memenangkan sayembara.”
Jaka Kendil : “Baik tuanku, hmm, putri yang pertama
tampak sangat tegas dan cerdas, putri yang ke dua tampak sangat cantik menawan,
putri yang ke tiga tampak masih polos dan lugu. Saya rasa, saya akan memilih
putri yang pertama.”
Putri I : “Tidak! Aku tidak mau. Ayahanda, saya
tidak mau menikah dengannya!”
Raja : “Mau bagaimana lagi? Dia memilihmu.”
Putri I : “Hei adik, kau saja yang menikah dengan
pria mirip kendil itu,” (memohon pada putri II)
Putri II : “Maaf kakak. Aku juga tidak mau menikah
dengan pria yang tidak jelas asal muasalnya itu. Lagipula, kakaklah pilihan
pria tersebut. Berarti kakak terbukti lebih laku daripada aku.”
Putri I : “Terima kasih, sekarang aku memang laku,
tapi tidak dengan orang ini!”
Putri II : (Tertawa dengan penuh kemenangan)
Putri I : “Hei dik, kau harus mau menikah dengan
pria kendil itu,” (mengancam pada putri III)
Putri III : “Maaf kakak, tapi kakaklah yang telah
dipilih oleh pria tersebut.”
Putri I : “Kalau kau tidak mau menikah dengannya,
aku akan menyuruh seseorang untuk membakar semua lukisan karyamu!”
Putri III : “Jangan... B, ba, baiklah. Aku mau
menikah dengan pria tersebut.”
Putri I : “Dengar ayahanda, putri III dengan
senang hati akan menerima pria tersebut sebagai suaminya.”
Raja : “Benarkah? Tapi Jaka Kendil tidak
memilihnya.”
Jaka Kendil : “Tidak apa-apa baginda raja. Yang
masih polos dan lugu juga boleh.”
Raja : “Putriku, benarkah kau menikah dengan Jaka
Kendil?”
Putri III : “Iya ayahanda. Saya mau.” (sambil
tersenyum, namun hatinya menangis)
·
Adegan XII
Maka menikahlah Jaka Kendil dengan putri yang ke
tiga. Perasaan benci putri III kepada Jaka kendil lambat laun berubah menjadi
cinta. Hal tak terduga pun terjadi. Suatu hari...
Putri III : (Mengetuk pintu kamar) “Kakanda,
kakanda ada di dalam kamar? Tolong buka pintunya. Sekarang waktunya makan
malam.”
Hening.
Putri III : “Kakanda? Apakah kakanda baik-baik
saja?” (membuka pintu kamar. Ternyata tidak dikunci) kakanda? Kakanda di mana?
Oh, tidak. Apa itu?”
(Di pojok kamar, putri melihat ada sebuah kendil
besar yang pecah dan hancur berantakan. Putri ketakutan dan melapor pada Raja.
Raja pun menyelidiki kendil tersebut dan mendapati bahwa itu adalah kendil yang
aneh. Seluruh bala tentara kerajaan pun mencari Jaka Kendil)
Adipati : (Melihat ada orang asing di halaman
istana). “Siapa kamu?”
Jaka Kendil II : “Siapa saya? Walah adipati,
bercanda saja bisanya. Sudah seminggu lebih saya ada di sini, masak belum
familiar juga dengan wajah saya?”
Adipati : “Saya serius, siapa kamu? Penyusup yang
sudah seminggu lebih sembunyi di halaman istana ya?”
Jaka Kendil II : “Astaghfirullah, saya Jaka
Kendil. Kepala prajurit kerajaan ini.”
Adipati : “Berani-beraninya kamu mengaku sebagai
Jaka Kendil. Memang kamu lebih tampan sih, tapi tetap saja kamu bukan Jaka
Kendil!”
Putri III : (menghampiri adipati) “Ada ribut-ribut
apa ini?” (melihat Jaka Kendil) “Ah, siapa kamu?”
Jaka Kendil II : “Adinda, ini kakanda tercinta.
Jaka Kendil.”
Putri III : “Tidak mungkin! Suami saya tidak akan
pernah setampan dirimu.”
Jaka Kendil II : “Ada apa dengan kalian semua? Aku
adalah Jaka Kendil.”
Putri III : “Lihatlah dirimu di depan cermin besar
itu.”
Jaka Kendil II : “WOW! Aku tampan sekali!”
Putri III : “Kakanda? Apa benar kau adalah kakanda
Jaka Kendil?”
Jaka Kendil : “Adinda, aku tampan sekali!”
Putri III : “Kenapa bisa begini?”
Peramal kerjaan mengatakan bahwa apabila Jaka
Kendil menemukan cinta sejatinya, maka tubuh mirip kendilnya akan pecah dan
tubuh sempurna dengan wajah tampan Jaka kendil keluar dari pecahan kendil
tersebut. Akhirnya Jaka Kendil dapat hidup bahagia dengan istrinya dan tahta di
genggamannya.
TAMAT
cekno blogku po.o . blogku gareng
BalasHapus